Wednesday, June 10, 2015

Reformasi Yang Dapat Memperbaiki Nasib Bangsa Dan Mengangkat Harkat Martabat Bangsa



Reformasi merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara konstitusional. Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya yang lebih baik, demo-kratis berdasarkan prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan. Gerakan reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan. Krisis politik, ekonomi, hukum, dan krisis sosial merupakan faktor-faktor yang mendorong lahirnya gerakan reformasi. Bahkan, krisis kepercayaan telah menjadi salah satu indikator yang menentukan. Artinya, reformasi dipandang sebagai gerakan yang tidak boleh ditawar-tawar lagi dan karena itu, hampir seluruh rakyat Indonesia mendukung sepenuhnya gerakan tersebut. Dengan semangat reformasi, rakyat Indonesia menghendaki adanya pergantian kepemimpinan nasional sebagai langkah awal. Pergantian kepemimpinan nasional diharapkan dapat memperbaiki kehidupan politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya. Semua itu merupakan jalan menuju terwujudnya kehidupan yang aman, tenteram, dan damai. Rakyat tidak mempermasalahkan siapa yang akan pemimpin nasional, yang penting kehidupan yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan dapat segera terwujud (cukup pangan, sandang, dan papan). Namun demikian, rakyat Indonesia mengharapkan agar orang yang terpilih menjadi pemimpin nasional adalah orang yang peduli terhadap kesulitan masyarakat kecil dan krisis sosial.
Awal keberhasilan gerakan reformasi ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto dan kursi kepresidenan dan digantikan oleh wakil presiden Prof Dr. BJ. Habibi  pada tanggal 21 Mei 1998. Pemerintahan Habibie  inilah yang merupakan pemerintahan transisi yang akan membawa  Indonesia untuk melakukan reformasi secara menyeluruh serta menata system ketatanegaraan  yang lebih demokratis dengan mengadakan perubahan UUD 1945  agar lebih sesuai dengan tuntutan zaman.

Pelaksana demokrasi pada masa Orde Baru terjadi selain karena moral penguasanya juga memang  terdapat berbagai kelemahan yang terkandung dalam pasal-pasal UUD 1945. Oleh karena itu, selain melakukan reformasi dalam bidang politik untuk tegaknya demokrasi melalui perubahan perundang-undangan, juga diperlakukan amendemen UUD 1945. Lima paket Undang-undang Politik telah diperbaharui pada tahun 1999 yaitu :

a. UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, selanjutnya diperbarui lagi dengan UUD No. 31 Tahun 2002.
b. UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum, akhirnya diubah lagi dengan UU No. 12 Tahun 2003.
c. UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD selanjutnya diganti dengan UU No. 22 Tahun 2003.
d. UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan  dan Diganti dengan  UU No. 32 Tahun 2004 yang didalamnya memuat pemilihan kepada daerah secara langsung.
e. UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Reformasi dapat diterjemahkan sebagai perubahan radikal (bidang sosial, politik atau agama) disuatu masyarakat atau negara. Sedangkan reformis adalah orang yang menganjurkan adanya perbaikan (bidang politik, sosial, agama) tanpa kekerasan.

ARTI DAN MAKNA REFORMASI
Sebelum tanggal 21 Mei 1998, makna reformasi jelas dan sederhana: turunkan Presiden Soeharto. Bukan hanya mahasiswa yang bersatu berjuang untuk makna reformasi itu, tetapi mereka didukung oleh hampir semua suku, agama, ideologi dan ras di Indonesia. Lebih dari itu, mereka didukung oleh pasar global, pemerintah-pemerintah negara lain dan akhirnya oleh Golkar sendiri, bersama pengkhianat Harmoko. Luar biasa dan semacam mujizat dari Tuhan bahwa kesatuan seluruh dunia terjadi supaya Presiden Soeharto bisa turun tanpa pertumpahan darah yang lebih besar. Ciri khas dari gerakan reformasi yang berhasil menumbangkan Soeharto adalah tujuan dan caranya (ends and means), sama dan sederhana. Yang harus dilakukan (caranya) adalah turunkan Soeharto supaya tujuannya (Soeharto turun) tercapai.
Dahulu, ketika Suharto masih berkuasa kebutuhan pokok lumayan murah, dan masyarakat merasa nyaman. Meski mereka tidak tahu realitas yang sebenarnya, bahwa kekayaan negara sedang dikuras habis-habisan untuk kepentingan elit rezim dan dijual kepada pihak asing, dan sampai saat ini warisan hutang Suharto masih terasa.

Era reformasi dengan kebebasan berpendapat semestinya dapat dimaknai dengan baik, tidak ada lagi penindasan bagi masyarakat, tidak terjadi KKN karena masyarakat dapat mengontrol kinerja pemerintah dan transparansi anggaran jelas, pemerintah dapat menampung aspirasi masyarakat dengan baik, dan hukum dapat ditegakkan secara proporsional. Bukan seperti yang terjadi saat ini, masyarakat miskin semakin terluntah-luntah, KKN terus berkembang biak, aspirasi masyarakat terabaikan, transparansi anggaran belum jelas, dan hukum amburadul. Misalnya, kasus simiskin yang meninggal karena makan tiwul, kekecewaan dan kritik terhadap kepemimpinan SBY menyeruak, vonis terhadap Gayus yang dirasa melakui keadilan masyarakat, Century belum jelas rimbanya, dan terakhir Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi memaparkan bahwa terdapat 155 kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi, 17 di antaranya adalah para Gubernur. Tujuan reformasi adalah yang paling mulia, bukan keadilan atau kemakmuran masyarakat, tetapi bahwa masyarakat menjadi makin baik.  keadilan dan kemakmuran sangat penting. Tetapi lebih penting lagi adalah struktur sosial, budaya, ekonomi, hukum dan politik yang menguntungkan perilaku yang baik dan merugikan perilaku yang jelek. Menurut pandangan saya, orang Indonesia sudah mempunyai masyarakat yang baik di antara yang paling baik di dunia.

MEMBANGUN BANGSA DAN NEGARA UNTUK MENUJU TUJUAN NASIONAL
Untuk mencapai tujuan nasional bangsa Indonesia, kita harus mampu menumbuhkan rasa kebangsaan dan menumbuhkan paham kebangsaan atau nasionalisme yaitu cita – cita atau pemikiran –pemikiran bangsa dengan karakteristik yang berbeda dengan bangsa lain (jati diri). Paham kebangsaan Indonesia ialah Pancasila. Pancasila sebagai pandangan hidup, faslafah hidup bangsa, kemudian menjadi dasar negara dan sekaligus ideologi negara. Rasa kebangsaan dan paham kebangsaan melahirkan semangat kebangsaan yaitu semangat untuk mempertahankan eksistensi bangsa dan semangat untuk menjungjung tinggi martabat bangsa.
Bangsa Indonesia sekarang ini sebagian besar terdiri dari generasi muda yang tidak mengalami masa ”perang kemerdekaan”. Rasa kebangsaan generasi muda bisa berbeda disebabkan mereka tidak mengalami kekejaman masa kolonialisme masa lalu. Rasa kebangsaan mereka tumbuh dari faktor pendukung lainnya yang dialami secara langsung dalam berbagai bidang kehidupan. Tantangan yang kita hadapi dewasa ini adalah mensejajarkan diri dengan bangsa – bangsa yang telah maju. Namun paham kebangsaan Indonesia sebagai jati diri bangsa harus dibela secara gigih, dipertahankan, diperjuangkan dan direalisasikan secara murni dan konsekuen oleh setiap generasi bangsa.

BATAS BATAS MENGELUARKAN PENDAPAT
Reformasi sudah berjalan sekitar 12 tahun, dibanding masa orde baru, perubahan sistem demokrasi di negeri ini memang cukup drastis. Perubahan yang mencolok antara lain kebebasan berbicara, berpendapat, dan mendapatkan informasi sudah melampaui batas-batas yang diharapkan, semuanya bebas sensor. Kini, setiap orang bebas berbicara atau mengungkapkan pendapatnya, bahkan mengkritik, menghujat, hingga mencerca orang nomor satu di negeri ini pun bukan hal yang tabu lagi. Bandingkan dengan masa Pak Harto ketika berkuasa, tak ada satu pun yang berani terang-terangan mengkritik beliau. Isi media massa kala itu pun hampir seragam, tak ada yang terang-terangan mengkritisi kebijakan Pak Harto. Siapa yang coba-coba nekad, bredel dan penjara akibatnya. Meski kebebasan berbicara atau berpendapat masih tetap dijamin, tapi selalu dibatasi oleh jargon kebebasan yang bertanggung jawab.Jadi tak heran, seniman seperti Iwan Fals kala itu laku di pasaran karena lagu-lagunya penuh dengan sindiran, terutama sindiran untuk penguasa hingga wakil rakyat.

Sekarang, untuk mengkritisi penguasa maupun wakil rakyat tak perlu pakai jurus sindir menyindir atau menjadi penyanyi seperti Iwan Fals. Secara eksplisit, semua bebas mengkritisi dengan terang-terangan. Terkadang etika berbicara pun hampir tak ada. Itulah buah dari reformasi. Tak heran kalau Pak SBY membangga-banggakan kemajuan demokrasi di negeri ini dalam pidato kenegaraannya 16 Agustus lalu. Dan tak heran pula kalau Indonesia menjadi negara demokrasi terbesar setelah Amerika Serikat dan India. Apakah ini suatu prestasi yang membanggakan atau tidak tergantung persepsi tiap individu. Namun, apakah kemajuan demokrasi ini juga diikuti oleh kemajuan bidang lainnya. Untuk menjawabnya bisa dilihat dari indikator kemajuan dalam empat bidang pokok berikut, seperti bidang politik, bidang ekonomi, penegakan hukum, serta pertahanan dan keamanan



FAKTOR YANG MENDORONG TERJADINYA GEJOLAK
faktor sosiologis kultural dan struktural merupakan penghambat penting dalam integrasi nasional di masyarakat yang sangat plural seperti Indonesia. Sebenarnya kondisi itu bukannya tidak dipahami oleh para pemimpin Indonesia. Mereka sebenarnya telah memberikan perhatian terhadap upaya menjembatani kesenjangan multidimensi yang terjadi di masyarakat. Di antaranya dengan mengakomodasi aspirasi masing-masing kelompok yang berbeda ini, terutama di daerah yang memiliki potensi mengalami disintegrasi seperti Papua dan Aceh, dengan memberi otonomi khusus. Sebagian upaya sebenarnya sudah lumayan berhasil. Tetapi kemudian mencuat menjadi gejolak ke permukaan karena faktor kekuatan asing. Di Papua fakta peran Amerika Serikat dalam mendorong ketidakstabilan provinsi itu hampir tak bisa ditutupi, yang secara terbuka melakukan intervensi seperti kunjungan anggota Kongres AS pertengahan Juli ini yang mengungkit masalah Papua. AS jelas memiliki kepentingan agar bisa mengeruk kekayaan Papua. Demikian pula dalam kasus bendera RMS baru-baru ini di Ambon, faktor kekuatan asing atau Belanda banyak disebut terlibat.

Dengan persoalan seperti itu maka lengkap sudah kompleksitas ancaman disintegrasi nasional di Indonesia. Ini bukan berarti kemudian tidak bisa dipecahkan sama sekali. Upaya mengatasinya, menurut Weiner, memerlukan kebijakan yang lebih sistematis untuk mengintegrasikan masyarakat kepada satu negara nasional. Integrasi adalah proses sosiologis yang tidak bisa dilakukan dan ditempuh dalam waktu singkat. Hal ini memerlukan proses pembudayaan dan konsensus sosial politik diantara suku bangsa (etnik) di Indonesia. Kalau kita menggunakan pendekatan konflik sebagaimana diilustrasikan oleh Lewis C Coser dan George Simell, maka kerangka masyarakat yang akan kita dapatkan adalah integrasi yang selalu berada dalam bayang-ba- yang konflik antaretnik berkepanjangan.

SUDUT PANDANG KEBEBASAN BERNICARA YANG TERJADI AKHIR AKHIR INI
Sepertinya kebebasan berbicara saat ini sudah mulai menyimpang dari sikap kesopanan, hal inisangat disayangkan karena bangsa Indonesia dikenal sebagai orang yang ramah dan memiliki sikap sopan santun yang sangat baik. Orang saat ini sepertinya suadah tidak memiliki rasa malu dalam berbicara, mereka bebas berbica dengan dengan kata kata yag tentu sangat tidak baik didepan umum hal ini didasari dengan berkurangnya rasa mau dan sikap sopan santun karena sudah hidup dalam dunia yang bebas. Semua ini dapat dicegah dengan meningkatkan kegiatan kegiatan yang positif agar dapat memajukan bangsa dengan kegiatan kegiatan tersebut dantentunya kalau orang sudah mengikuti kegiatan kegiatan yangpositi pikiran merka pun pasti akan terbawa kedalamkegiatan yang positif pula.

Menjawab Pertanyaan

1.  Makna Reformasi yang Diharapkan.
Reformasi adalah era baru dari perjalanan bangsa Indonesia, sebuah jalan menuju cita-cita awal pejuang 45 yang terangkum dalam Pancasila dan UUD 1945. Kehadiran era ini, muncul dari keresahan masyarakat atas penyimpangan-penyimpangan yang mencedari tujuan awal terbentuknya NKRI. Sebuah keniscayaan dari keinginan luhur untuk mewujudkan kehidupan berbangsa yang berdaulat, adil dan makmur.

Gerakan mahasiswa yang menumbangkan rezim Suharto tidak lahir begitu saja, ia hanya puncak dari kekesalan yang setiap hari terus berkembang biak. Hingga pada akhirnya muncullah gerakan besar yang dapat meruhtuhkan kekuasaan Suharto, di mana sebelumnya ia ditakuti oleh masyarakat, karena setiap ada aksi protes atas kebijakannya langsung ditangkap dan kadang tak urung kembali pada keluarganya.

Saat ini, kita sudah berada ditahun ke 14 pasca reformasi, namun belum ada sinyal-sinyal positif yang menunjukkan kesejahteraan masa depan bangsa Indonesia, malah kita dapat menyaksikan sekian banyaknya persoalan bangsa yang tak kunjung terselesaikan. Lantas dimana komitmen pemerintah? Apakah masih menunggu gerakan reformasi kedua untuk menumbangkan rezim yang berkuasa dan kembali membangun puing-puing cita-cita para pejuang, demi Indonesia yang berdaulat, adil dan makmur.

2.   Yang harus kita perbuat dalam membangun bangsa dan Negara menuju tujuan nasional
            Persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang kita rasakan saat ini, itu terjadi dalam proses yang dinamis dan berlangsung lama, karena persatuan dan kesatuan bangsa terbentuk dari proses yang tumbuh dari unsur-unsur sosial budaya masyarakat Indonesia sendiri, yang ditempa dalam jangkauan waktu yang lama sekali.
Unsur-unsur sosial budaya itu antara lain seperti sifat kekeluargaan dan jiwa gotong-royong. Kedua unsur itu merupakan sifat-sifat pokok bangsa Indonesia yang dituntun oleh asas kemanusiaan dan kebudayaan.
Karena masuknya kebudayaan dari luar, maka terjadi proses akulturasi (percampuran kebudayaan). Kebudayaan dari luar itu adalah kebudayaan Hindu, Islam, Kristen dan unsur-unsur kebudayaan lain yang beraneka ragam. Semua unsur-unsur kebudayaan dari luar yang masuk diseleksi oleh bangsa Indonesia.
Kemudian sifat-sifat lain terlihat dalam setiap pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan bersama yang senantiasa dilakukan dengan jalan musyawarah dan mufakat. Hal itulah yang mendorong terwujudnya persatuan bangsa Indonesia.

Terdapat beberapa prinsip yang juga harus kita hayati serta kita pahami lalu kita amalkan.
Prinsip-prinsip itu adalah sebagai berikut:

a. Prinsip Bhineka Tunggal Ika
Prinsip ini mengharuskan kita mengakui bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari berbagai suku, bahasa, agama dan adat kebiasaan yang majemuk. Hal ini mewajibkan kita bersatu sebagai bangsa Indonesia.

b. Prinsip Nasionalisme Indonesia
Kita mencintai bangsa kita, tidak berarti bahwa kita mengagung-agungkan bangsa kita sendiri. Nasionalisme Indonesia tidak berarti bahwa kita merasa lebih unggul daripada bangsa lain. Kita tidak ingin memaksakan kehendak kita kepada bangsa lain, sebab pandangan semacam ini hanya mencelakakan kita. Selain tidak realistis, sikap seperti itu juga bertentangan dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang adil dan beradab.

c. Prinsip Kebebasan yang Bertanggungjawab
Manusia Indonesia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Ia memiliki kebebasan dan tanggung jawab tertentu terhadap dirinya, terhadap sesamanya dan dalam hubungannya dengan Tuhan Yang maha Esa.

d. Prinsip Wawasan Nusantara
Dengan wawasan itu, kedudukan manusia Indonesia ditempatkan dalam kerangka kesatuan politik, sosial, budaya, ekonomi, serta pertahanan keamanan. Dengan wawasan itu manusia Indonesia merasa satu, senasib sepenanggungan, sebangsa dan setanah air, serta mempunyai satu tekad dalam mencapai cita-cita pembangunan nasional.

e. Prinsip Persatuan Pembangunan untuk Mewujudkan Cita-cita Reformasi
Dengan semangat persatuan Indonesia kita harus dapat mengisi kemerdekaan serta melanjutkan pembangunan menuju masyarakat yang adil dan makmur.


3.  Batas-batas yang harus dijaga, Supaya tidak menggangu Stabilitas Nasional.

Reformasi sudah berjalan sekitar 12 tahun, dibanding masa orde baru, perubahan sistem demokrasi di negeri ini memang cukup drastis. Perubahan yang mencolok antara lain kebebasan berbicara, berpendapat, dan mendapatkan informasi sudah melampaui batas-batas yang diharapkan, semuanya bebas sensor. Kini, setiap orang bebas berbicara atau mengungkapkan pendapatnya, bahkan mengkritik, menghujat, hingga mencerca orang nomor satu di negeri ini pun bukan hal yang tabu lagi. Bandingkan dengan masa Pak Harto ketika berkuasa, tak ada satu pun yang berani terang-terangan mengkritik beliau. Isi media massa kala itu pun hampir seragam, tak ada yang terang-terangan mengkritisi kebijakan Pak Harto. Siapa yang coba-coba nekad, bredel dan penjara akibatnya. Meski kebebasan berbicara atau berpendapat masih tetap dijamin, tapi selalu dibatasi oleh jargon kebebasan yang bertanggung jawab.Jadi tak heran, seniman seperti Iwan Fals kala itu laku di pasaran karena lagu-lagunya penuh dengan sindiran, terutama sindiran untuk penguasa hingga wakil rakyat.

Sekarang, untuk mengkritisi penguasa maupun wakil rakyat tak perlu pakai jurus sindir menyindir atau menjadi penyanyi seperti Iwan Fals. Secara eksplisit, semua bebas mengkritisi dengan terang-terangan. Terkadang etika berbicara pun hampir tak ada. Itulah buah dari reformasi. Tak heran kalau Pak SBY membangga-banggakan kemajuan demokrasi di negeri ini dalam pidato kenegaraannya 16 Agustus lalu. Dan tak heran pula kalau Indonesia menjadi negara demokrasi terbesar setelah Amerika Serikat dan India. Apakah ini suatu prestasi yang membanggakan atau tidak tergantung persepsi tiap individu. Namun, apakah kemajuan demokrasi ini juga diikuti oleh kemajuan bidang lainnya. Untuk menjawabnya bisa dilihat dari indikator kemajuan dalam empat bidang pokok berikut, seperti bidang politik, bidang ekonomi, penegakan hukum, serta pertahanan dan keamanan.

4.  Faktor- factor yang mendorong terjadinya gejolak.
Pergerakan Reformasi yang dicetuskan pada era 1997-1998 memang telah mengubah hampir seluruh aspek dari kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia Sistem Politik, pemerintahan, ekonomi, bahkan pendidikan mengalami perubahan yang cukup fundamental sejak pergerakan yang mampu mengakhiri eksistensi rezim Soeharto tersebut menegaskan diri di Indonesia. Dengan perubahan-perubahan tersebut, mencuatlah harapan dan keinginan dari semua pihak untuk memajukan (kembali) kehidupan bangsa sebagaimana telah diamanatkan oleh para founding fathers kita dalam Mukadimah UUD 1945.

Salah satu perubahan yang terjadi adalah pada sistem pemerintahan. Kita ketahui, sistem pemerintahan Indonesia selalu mengalami dinamika dan perubahan-perubahan yang kemudian mengubah substansi dari fungsi pemerintahan itu sendiri. Pada periode 1949-1950, Indonesia memberlakukan sistem republik federal yang pada perkembangannya hanya menjadi alat bagi pihak asing untuk menumbuhkan benih-benih separatisme. Kemudian, Indonesia memberlakukan sistem politik demokrasi liberal dan sistem kabinet parlementer. Sistem ini terbukti juga tidak berjalan optimal karena adanya friksi dan pertentangan antarfaksi di parlemen.

Pertentangan yang jelas terlihat pada PNI yang berideologi marhaen, PSI yang berideologi sosial-demokrat, PKI yang berideologi sosial-komunis, dan Masyumi yang berideologi Islam. Akan tetapi, keadaan tersebut semakin diperparah oleh sikap Presiden Soekarno yang mendeklarasikan diri sebagai dktator melalui dekrit 5 Juli 1959. Alhasil, Demokrasi terpimpin dengan jargon-jargon seperti Manifesto Politik Indonesia (Manipol), UUD ’45, Sosialisme, Demokrasi (Usdek), dan Nasionalisme, Agama, Komunisme (Nasakom) berkuasa sampai G30S/PKI menumbangkan kekuasaan tersebut.

Pada era orde baru, sistem pemerintahan presidensil yang ketat di satu sisi dapat membawa stabilitas politik di Indonesia. Akan tetapi, tindakan Soeharto di pertengahan masa jabatannya ternyata tidak jauh berbeda dengan Soekarno, hanya ingin berkuasa dengan berbagai kepentingan di dalamnya. Doktrin P4 dan Asas tunggal Pancasila diberlakukan. Hasilnya, HMI harus mengalami perpecahan menjadi PB HMI yang menerima asas tunggal dan HMI MPO yang menolak. PII yang merupakan “adik” HMI dengan tegas menolak asas tunggal dan akhirnya menjadi organisasi bawah tanah.

Penangkapan aktivis terjadi di mana-mana, mulai dari Tanjung Priok sampai Talangsari Lampung. AM Fatwa, Wakil Ketua MPR-RI sekarang adalah satu dari aktivis yang ditangkap akibat sikap represif aparat orde baru. Dalam audiensi pimpinan MPR-RI dengan mahasiswa.

5.  Bagaimana pendapat anda kebebasan berbicara yang terjadi akhir –akhir ini dari sudut pandang etika dan bagaimana semestinya ?
Kebebasan mengeluarkan pendapat adalah hak setiap warga Negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan unjuk rasa atau demonstrasi, pawai, rapat umum, atau mimbar bebas. Mengemukakan pendapat bagi setiap warga negara dapat dilakukan melalui saluran tradisional dan saluran moderen. Perangkat perundang-undangan dalam mengatur kemerdekaan mengemukakan pendapat pada dasarnya dimaksudkan agar setiap orang dalam mengemukakan pendapatnya dilakukan secara bebas dan bertanggung jawab.
Yang dimaksudkan dengan setiap orang berhak atas kebebasan mengeluarkan pendapat dapat berbentuk ungkapan atau pernyataan dimuka umum atau dalam bentuk tulisan ataupun juga dapat berbentuk sebuah aksi unjuk rasa atau demonstrasi. Unjuk rasa atau demonstrasi dalam kenyataan sehari-hari sering menimbulkan permasalahan dalam tingkatan pelaksanaan, meskipun telah dijamin dalam konstitusi kita namun tata cara dan pelaksanaan unjuk rasa sering kali melukai spirit demokrasi itu sendiri. Aksi unjuk rasa seringkali berubah menjadi aksi yang anarkis dan melanggar tertib sosial yang telah terbangun dalam masyarakat. Tahun 1998 disaat awal mula tumbangnya Soeharto dimana puluhan ribu mahasiswa berunjuk rasa turun keruas-ruas jalan di Jakarta merupakan sebuah momen dimana unjuk rasa dapat menjadi aksi anarkis berupa perampokan, penjarahan dan pembakaran bahkan yang lebih parah aksiunjuk rasa dapat memakan korban jiwa.
Dengan melihat kondisi yang demikian tersebut Pemerintah pada tahun 1998 mengeluarkan Undang-Undang Nomer 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum. Meskipun tidak menyentuh secara detail tata cara dan pelaksanaan dari unjuk rasa itu sendiri namun Undang-undang ini memberikan sedikit harapan agar dikemudian hari aksi unjuk rasa tidak selalu diwarnai dengan aksi-aksi anarkis.
Kebebasan berpendapat memang sangat bagus karena pendapat yang kita keluarkan adalah cermin dari diri kita sendiri, orang lain dapat menilai diri kita dari cara kita berbicara baik itu secara positif ataupun negatif. Kasus yang sering terjadi sekarang ini adalah banyak orang yang berbicara terlalu bebas dengan dalih kebebasan berpendapat namun malah mengganggu hak orang lain. Hak yang dimaksud adalah privasi seseorang. Karena privasi adalah hak manusia juga,hak manusia untuk sendiri dan tak diganggu, hak manusia untuk bebas dari publisitas tanpa dasar,maukah anda jika hak anda tidak dapat dicapai karena orang lain. Manifestasi sejati dari kebebasan berpendapat adalah komunikasi dari sudut pandang yang berbeda,bukan dari dialog orang-orang yang mempunyai sudut pandang yang sama. Komunikasi tersebut dapat dijadikan ajang debat yang secara positif bisa meningkatkan intelegensia kita sebagai manusia. Sesuatu hal yang tidak kita inginkan adalah merasakan kerugian akibat perbuatan orang lain dan tentunya kita tidak akan menghilangkan hak-hak orang lain dengan mengeluarkan pendapat yang mungkin hanya mengejar kepuasan sendiri.
Semestinya, penyampaian pendapat di muka umum ini sebelum melakukan kegiatan diharuskan untuk memberitahukan terlebih dahulu kepada pihak kepolisian. Hal ini diatur dalam Pasal 10 UU No.9 Tahun 1998, antara lain sebagai berikut: Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri, Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh yang bersangkutan, pemimpin atau penanggung jawab kelompok, Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selambat-lambatnya 3X24 (tiga kalidua puluh empat jam) jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh Polri setempat, Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi kegiatan ilmiah didalam kampus dan kegiatan keagamaan.


Sumber :